Perbedaan Bank Konvensional Dan Bank Syariah
Pada masa sekarang ini yang berhubungan dengan bank sudah tidak asing lagi, sebab taraf hidup masyarakat yang semakin maju, begitu pula laju putaran uang di pasar yang semakin cepat, rasanya sudah selayaknya penduduk negara ini wajib untuk menjadi nasabah sebuah bank. Sahabat blogger saya kali ini akan membahas tentang perbedaan bank konvensional dengan bank syariah.
Perbedaan yang mencolok antara bank konvensional dengan bank syariah adalah terletak pada penerapan bunga. Dalam bank syariah, bunga dinyatakan sebagai riba yang diharamkan oleh syariat islam. Sehingga dalam ekonomi yang berbasis syariah, bunga tidak diterapkan dan sebagai gantinya diterapkan sistem bagi hasil yang dalam syariat islam dihalalkan untuk dilakukan. Sedangkan bank konvensional dalam membagi keuntungannya dengan menerapkan sistem bunga.
Perbedaan
Antara Bunga Dan Bagi Hasil
Pertama, penentuan bunga ditetapkan sejak awal, tanpa berpedoman pada untung rugi,
sehingga besarnya bunga yang harus dibayar sudah diketahui sejak awal.
Misalnya, si A
meminjam uang di sebuah bank konvensional sebesar Rp. 10.000.000,- dengan
jangka waktu pelunasan selama 12 bulan. Besar bunga yang harus dibayar si A,
ditetapkan bank secara pasti, misalnya 24 % setahun. Dengan demikian si A
harus membayar Rp. 200.000 per bulan, selain pokok pinjaman.
Sedangkan pada
sistem bagi hasil, penentuan jumlah besarnya tidak ditetapkan sejak awal,
karena pengemblian bagi hasil didasarkan kepada untung rugi dengan pola nisbah
(rasio) bagi hasil. Maka jumlah bagi hasil baru diketahui setelah berusaha atau
sesudah ada untungnya.
Misalnya, si A
menerima pembiayaan mudhrabah sebesar Rp. 10.000.000,- dengan jangka waktu
pelunasan 12 bulan. Jumlah bagi hasil yang harus dibayarkan kepada Bank belum
diketahui sejak awal. Kedua belah pihak hanya menyepakati porsi bagi hasil
misalkan 80 % bagi hasil dan 20 % untuk bank syariah.
Pada bulan
pertama si A mendapatkan keuntungan bersih misalnya, sebesar Rp. 1.000.000,-
maka bagi hasil yang disetorkannya kepada bank syariah ialah 20 % x Rp.
1.000.000,- = Rp. 200.000,- jadi bagi hasil yang harus dibayarkan ialah Rp.
200.000,- ditambah pokok pinjaman.
Pada bulan
kedua, keuntungannya meningkat, misalnya menjadi Rp. 1.500.000,- maka bagi
hasil yang disetorkan sebesar 20 % x Rp. 1.500.000,- = Rp. 300.000,- maka
jumlah setoran bagi hasil pada bulan kedua sebesar Rp. 300.000,-
Pad bulan
ketiga, keuntungan mungkin saja menurun, misalkan Rp. 750.000,- maka bagi hasil
yang dibayarkan pada bulan tersebut ialah 20 % x Rp. 750.000,- = Rp. 150.000,-
Dengan
demikian, jumlah bagi hasil selalu berfluktuasi dari waktu ke waktu, sesuai
dengan besar kecilnya keuntungan yang diraih mudharib (pengelola dana /
pengusaha). Hal ini tentu berbeda sekali dengan bunga.
Kedua, besarnya persentase bunga dan besarnya nilai rupiah, ditentukan
sebelumnya berdasarkan jumlah uang yang dipinjamkan. Misalnya 24 % dari besar
pinjaman. Sedangkan dalam bagi hasil, besarnya bagi hasil tidak didasarkan pada
jumlah pinjaman (pembiayaan), tetapi berdasarkan keuntungan yang pararel,
misalnya, 40 : 60 (40 % keuntungan untuk bank dan 60 % untuk deposan) atau 35 :
65 (35 % untuk bank dan 65 % untuk deposan) dan seterusnya.
Ketiga, dalam sistem bunga, jika terjadi kerugian, maka kerugian itu hanya
ditanggung si peminjam (debitur) saja, berdasarkan pembayaran bunga tetap
seperti yang dijanjikan, sedangkan pada sistem bagi hasil, jika terjadi
kerugian, maka hal itu ditanggung bersama oleh pemilik modal dan peminjam.
Pihak perbankan syariah menanggung kerugian tenaga, waktu dan pikiran.
Keempat, pada sistem bunga, jumlah pembayaran bunga kepada nasabah penabung /
deposan tidak meningkat, sekalipun keuntungan bank meningkat, karena persentase
bunga ditetapkan secara pasti tanpa didasarkan pada untung dan rugi. Sedangkan
dalam sitem bagi hasil, jumlah pembagian laba yang diterima deposan akan
meningkat, manakala keuntungan bank meningkat, sesuai dengan peningkatan jumlah
keuntungan bank.
Kelima, pada sistem bunga, besarnya bunga yang harus dibayar di peminjam, pasti
diterima bank, sedangkan dalam sistem bagi hasil, besarnya tidak pasti,
tergantung pada keuntungan perusahaan yang dikelola si peminjam, sebab
keberhasilan usahalah yang menjadi perhatian bersama pemilik modal (bank) dan
peminjam.
Keenam, sestem bunga, dilarang oleh semua agama samawi. Sedang sistem bagi hasil
tak ada agama yang mengancamnya. Bunga dilarang dengan tegas oleh agama-agama
Yahudi, Nasrani dan Islam, seperti terungkap dibawah ini :
“Jika kamu
meminjamkan harta kepada salah seorang putra bangsaku, jangan kamu bersikap
seperti orang yang menghutangkan, jangan kamu meminta keuntungan untuk hartamu
(Kitab Keluaran Perjanjian Lama, Ayat 25 pasal 22).
“Jika saudaramu
membutuhkan sesuatu, maka tanggunglah, jangan kau meminta dirinya keuntungan
dan manfaat” (Kitab Imamat ayat 35 pasal 25).
“Jika kamu
meminjamkan kepada orang, yang kamu mengharapkan bayaran darinya, maka
kelebihan apa yang diberikan olehmu. Tetapi lakukanlah kebaikan-kebaikan dan
pinjamkanlah tanpa mengharapakan pengembaliannya. Dengan begitu pahalamu
melimpah ruah. (Injil Lukas, ayat 34, 35 pasal 6).
Berdasarkan
nash ini, para gerejawan sepakat mengharamkan riba secara total. Scubar mengatakan,
“Sesungguhnya orang yang mengatakan riba bukan maksiat, ia di hitung sebagai
orang atheis yang keluar dari agama”. Sementara itu, Paus Pius berkata, “
Sesungguhnya para pemakan riba, mereka kehilangan harga diri dalam hidup di
dunia dan mereka bukan orang yang pantas dikafankan setelah mereka mati”.
Ketujuh, pihak bank dalam sistem bunga, memastikan
penghasilan debitur di masa yang akan datang dan karena itu ia menetapkan sejak
awal jumlah bunga yang harus dibayarkan kepada bank. Sedangkan dalam sistem
bagi hasil, tidak ada pemastian tersebut, karena yang bisa memastikan
penghasilan di masa depan hanyalah Allah. Karena itu, bunga bertentangan dengan
surah Luqman ayat 34. “Tak seorangpun yang bisa mengetahui apa (berapa) yang
dihasilkannya besok”. Sedangkan bunga sudah ditetapkan jumlahnya sejak
awal. Kesimpulan point ini adalah kalau bunga bertentangan dengan surah Luqman
ayat 34, sedangkan bagi hasil merupakan penerapan surat Luqman ayat 34 tersebut.
Setidaknya itu yang saya
ketahui tentang perbedaan bank syariah dan bank konvensional, tahun yang akan datang
kebanyakan bank akan menggunakan sistem syariah, maka kita harus banyak tau
tentang apa itu bank syariah.
Tulisan singkat ini semoga
bermanfaat untuk anda semuanya, apabila ada salah dalam penulisan mohon di
maklumi karena manusia di dunia ini tidak ada yang sempurna, sekian dan
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar